Namaku Damar.
Bukan, bukan Damar si pohon penghasil getah itu. Aku bukan pohon. Aku manusia biasa yang lahir di sebuah kampung kecil di pinggir sungai, tempat perahu-perahu tua berderit malas setiap pagi. Ibuku memberiku nama itu karena katanya, "Damar itu cahaya, Nak. Biar kau menyala di jalan gelap mana pun kau melangkah."
Tapi sungguh, aku jarang merasa menyala. Hidupku biasa-biasa saja. Anak kampung yang berangkat sekolah menembus jalan becek, pulang sekolah langsung ke sawah bantu Bapak, malamnya mengerjakan PR yang kutulis di buku lusuh warisan kakakku.
Dulu, aku kira namaku hebat sekali. Waktu SD aku sering menulis namaku besar-besar di sampul buku—DAMAR—seolah itu nama pahlawan dalam komik silat. Setiap goresannya kubuat tebal dan melengkung gagah, berharap teman-temanku iri. Tapi tak ada yang iri. "Namamu kayak nama minyak," kata Joko, teman sebangku. Aku diam saja. Entahlah, mungkin memang benar.
Semakin besar, aku makin sadar: nama bukan jimat. Ia tak membuat PR matematika selesai sendiri. Ia tak membuat Ibu sembuh dari batuk yang tak kunjung reda. Ia tak membuat sawah Bapak jadi subur. Namaku hanya tempelan di dada seragam, disulam miring oleh tangan Ibu dengan benang biru yang nyaris habis.
Tapi suatu sore, ada yang mengubah pandanganku.
Aku pulang dari pasar, membawa gula pesanan Ibu. Di jalan setapak yang sepi, kulihat seorang lelaki tua terjatuh dari sepedanya. Dagunya berdarah, tas kainnya terlempar masuk ke selokan. Aku buru-buru menolong.
"Namamu siapa, Nak?" tanyanya, setelah aku menuntunnya duduk di bawah pohon randu.
"Namaku Damar, Pak."
Lelaki itu tersenyum, meski darah masih mengalir tipis di dagunya. "Bagus sekali... Damar. Cahaya di gelap hari... Kau cahaya kecil hari ini, Nak."
Aku tertegun. Untuk pertama kalinya, namaku terasa berarti. Bukan hanya bunyi yang dilafalkan guru saat absen, bukan tulisan di buku catatan. Hari itu, namaku menjadi kenyataan.
Sejak sore itu, aku mulai percaya: mungkin Ibu benar. Nama adalah doa yang panjang. Ia tidak harus bersinar besar seperti mercusuar. Cukup terang kecil yang menuntun jalan pulang seseorang yang tersesat.
Namaku Damar.
Dan aku ingin tetap menyala, meski hanya setitik.